Saya teringat pada 5 tahun lalu, tepatnya pada 2009.
Itu adalah masa dimana saya berkenalan dengan organisasi. Pasca resmi menjadi
salah satu anggota organisasi eksta kampus, saya begitu menikmati berproses didalamnya, mengikuti segala kegiatan dan kadang hingga rela meninggalkan kuliah. Dalam organisasi tersebut, sangat banyak karakter manusia yang
kukenal. Hampir seluruh etnik se Indonesia ada didalamnya.
Tepat pada tahun yang sama, saya juga tak memutuskan hubungan dengan teman kuliah. Dalam beberapa kesempatan, saya juga meluangkan waktu untuk bermain bersama mereka. Teman organisasi, teman kelas difakultas adalah keluarga baru bagi saya diperantauan.
Suatu saat, salah satu teman (tak perlu kusebutkan nama dan kategori teman apa) mengajakku ke salah satu tempat di Kota Lama Malang. Saya beberapa kali bertanya; "dimana tepat lokasi yang dituju dan ada kehendak apa kita harus kesana?" namun teman saya hanya memberi angin sorga. Bahwa disana kita akan memiliki banyak kenalan dan akan dibukakan suatu jaringan pekerjaan yang hasilnya bisa membiayai seluruh kehidupan selama diperantauan tanpa meminta lagi pada orang tua. Saya coba memperjelas maksudnya, namun teman saya lagi-lagi mengelak, dengan tergesa-gesanya ia membonceng saya menuju tempat yang dimaksud. Dengan pasrah, akhirnya saya ikut.
Ditengah perjalanan, kami berhenti untuk menunggu kawan dari teman saya. Mahasiswa muda yang berpenampilan rapi lengkap dengan sepatu dan jas tutupnya menyapa kami. Melihat penampilannya, saya langsung melihat ujung kaki hingga kaos yang kukenakan. Saya melempar pertanyaan pada teman yang memoncengiku; "apa kita tidak salah kostum?" kawan berpenampilan rapi itu yang menjawab; "nyantai saja. Forumnya nyantai kok". Berjalanlah kita hingga ketujuan.
Setiba ditempat tersebut, saya melihat puluhan orang didalam ruko berlantai dua. Melihat kondisi ruangan, bayangan saya adalah ini semacam acara seminar wirausaha. Pembicara yang mengaku sangat sibuk dan rela meluangkan waktu untuk berbagi pada forum demi kebaikan bersama langsung membuka slide shownya. Ia menjelaskan dan menampilkan gambar megah perusahaan yang ia promosikan. Karena kemungkinan besar ia tau bahwa audiens yang hadir kebanyakan mahasiswa, maka ia memperlihatkan kalau perusahaan yang dimaksud memiliki Universitas di China. Katanya, bilamana bergabung dengan perusahaan tersebut, bisa mendapat beasiswa dan berkuliah disana. Kecangguhan mulai melanda saya tatkala orang yang sudah tak muda ini menjelaskan bahwa dia tak pernah sama sekali kuliah, namun ia sukses memiliki banyak harta karena bergabung dengan perusahaan yang dimaksud.
Pemaparan ia lanjutkan dengan memperlihatkan gaji yang didapatnya dan juga keunggulan kasiat produk obat dari perusahaan tersebut-produk dari perusahaan itu adalah obat namun bukan semacam apotek-. Seorang anak yang masih berpakaian SMA naik keatas panggung sebagai saksi atas kasiat obat tersebut. Ia mengatakan; "dulu, tangan kanan saya patah dan setelah mengkonsumsi obat ini, saya sembuh total dan bisa menggunakan kembali tangan kanan saya untuk menulis". Yang kutangkap dari anak SMA itu, obat tersebut semacam pesulap instan.
Tak berhenti disitu, satu/persatu orang-orang muda yang katanya telah sukses karena gabung diperusahaan tersebut naik pula keatas panggung menjelaskan kesuksesannya dan bagaimana awal mula gabungnya hingga kini berada pada bintang-bintang atas dengan jumlah penghasilan yang tak rendah. Diakhir, sang pembuka acara mengatakan bahwa menjadi members perusahaan (nama perusahaan sengaja tak kusebutkan) tak musti masuk kantor. Cukup dengan menjual produk dan merekrut anggota sebanyak-banyaknya maka anda akan meraup keuntungan hingga ratusan juga dan mendapat kapal pesiar.
Saya berkata dalam hati; "Mengapa rakyat miskin, proffesor atau politisi tidak ikut menjadi members perusahaan yang dimaksud? bukannya sangat mudah untuk bergabung dan keuntungan yang didapat sangat besar?". Beberapa jam setelah memunculkan tanya sembari melihat sana sini jawaban itu tak kudapatkan. Saya langsung mengambil kesimpulan bahwa bagiku ini adalah pembodohan.
Sebagai mahasiswa ekonomi, saya menganggap ini hanyalah strategi dari perusahaan untuk melariskan produknya tanpa menggaji karyawan. Kalau diperusahaan lain, sistem penjualannya adalah karyawan ditarget perbulannya, namun ada pelatihan yang didapat sebelumnya. Dalam hal perekrutan karyawan, perusahaan yang lain sangat selektif dalam menjaring karyawan dan ada syarat administrasi dan beberapa tes psikologis yang harus dilewati. Mengapa di perusahaan ini tak demikian? orang dari latar belakang apa saja semua diterima hanya dengan syarat membayar 80ribu. Bukannya perusahaanlah yang harus menggaji karyawannya? Saya baru melihat karyawan yang membayar perusahaan.
Hingga pada akhir acara, saya dan teman yang mengajak saya ketempat tersebut dipaksa tinggal pada salah seorang yang sudah menjadi members. Ia menawari saya dengan nada paksa untuk menjadi members dan membayar uang 80.000 untuk mendapat kartu anggota. Saya menolak dengan berbagai alasan halus. Namun, beberapa members kemudian mendekati saya dan membantu argument kawannya untuk meyakinkan saya. Saya terus menolak. Karena tak tahan lagi, saya mengalihkan ke teman saya. "ini, mbak. Dia mungkin mau gabung". Saya terkejut dengan perkataan teman saya. Ternyata ia sudah menjadi members dari seminggu yang lalu. Kesimpulan diawal bahwa ini adalah pembodohan bertambah menjadi pembohongan. Kuputuskan untuk segera meninggalkan tempat tersebut dengan berbagai alasan dan membisiki teman "ayo segera pulang karena saya ada rapat organisasi". Alhamdulillah saya lolos dari jeratan pembodohan dan pembohongan itu.
***
Mari kita nilai caranya. Diawal, proses merekrutnya, mereka hanya memberikan angin sorga. Intinya, mereka menginginkan calon anggota masuk dalam perangkap dulu baru setelah itu didoktrin/prospek.
Sekitar dua tahun lalu ada juga teman organisasi saya yang tak tau hilang kemana. Ia juga masih bagian dari pengurus. Tiba-tiba setelah beberapa bulan tak pernah ada kabar, ia datang ke sekret dengan pakaian rapi. Saya mengira ia ingin aktif kembali. Namun, setelah melihat gerak geriknya dan mulai mengeluarkan kata yang hampir sama dengan pembicara di tempat saya diprospek, saya akhirnya meninggalkan sekret dan membiarkan ia membual pada teman-teman yang sudah tau maksud buruknya.
Anda saja saya tak dibekali dengan materi diskusi di organisasi, mungkin saja saya sudah masuk dalam jeratan MLM. Menurut saya, tak ada masalah dengan perusahaan yang memakai sistem MLM, namun, cara mereka yang hanya akan menjelaskan secara utuh suka duka dan perjuangan selama berada ketika seseorang telah menjadi members, membuat bisnis itu tak baik.
Dalam salah organisasi yang kugeluti, dalam perekrutan anggota dan pola pengkaderan juga menggunakan sistem Multi Level Stratejik, namun sangat jelas perbedaannya dengan sistem MLM. Prinsipnya mungkin sama, namun kepentingan dan nilainya sangat berbeda. Sistem MLS diorganisasi yang saya geluti adalah 1 orang kader bertanggung jawab pada beberapa anggota baru dibawah tingkatnya. Namun, orang yang mengkader tersebut haruslah berintelektual dan mampu menjadi aktor yang bisa di tiru ditingkatan fakultasnya; cerdas dalam akademik, memiliki pemahaman organisasi dan lain-lain. Tak sembarang orang yang diberi emban dalam membimbing anggota. Dalam hal perekrutan juga, kader hanya dituntut untuk menjelaskan manfaat, ideologi yang dianut, bagaimana menjadi mahasiswa yang sesungguhnya, bagaimana menanggapi persoalan bangsa dan lain-lain. Tak ada tuntutan apa-apa bila calon anggota tak mau bergabung.
MLM ini hanya akan untung bila banyak kaki dibawahnya karena ada harga yang harus dibayar untuk menjadi members. Ada dua jalan menuju bintang yang tertinggi. Satu, memperbanyak anggota dibawahnya. Dua, menjual produk sebanyak-banyaknya. Saya curiga sistem ini diadopsi dari sistem kerja romusha kaum kolonial.
***Tepat pada tahun yang sama, saya juga tak memutuskan hubungan dengan teman kuliah. Dalam beberapa kesempatan, saya juga meluangkan waktu untuk bermain bersama mereka. Teman organisasi, teman kelas difakultas adalah keluarga baru bagi saya diperantauan.
Suatu saat, salah satu teman (tak perlu kusebutkan nama dan kategori teman apa) mengajakku ke salah satu tempat di Kota Lama Malang. Saya beberapa kali bertanya; "dimana tepat lokasi yang dituju dan ada kehendak apa kita harus kesana?" namun teman saya hanya memberi angin sorga. Bahwa disana kita akan memiliki banyak kenalan dan akan dibukakan suatu jaringan pekerjaan yang hasilnya bisa membiayai seluruh kehidupan selama diperantauan tanpa meminta lagi pada orang tua. Saya coba memperjelas maksudnya, namun teman saya lagi-lagi mengelak, dengan tergesa-gesanya ia membonceng saya menuju tempat yang dimaksud. Dengan pasrah, akhirnya saya ikut.
Ditengah perjalanan, kami berhenti untuk menunggu kawan dari teman saya. Mahasiswa muda yang berpenampilan rapi lengkap dengan sepatu dan jas tutupnya menyapa kami. Melihat penampilannya, saya langsung melihat ujung kaki hingga kaos yang kukenakan. Saya melempar pertanyaan pada teman yang memoncengiku; "apa kita tidak salah kostum?" kawan berpenampilan rapi itu yang menjawab; "nyantai saja. Forumnya nyantai kok". Berjalanlah kita hingga ketujuan.
Setiba ditempat tersebut, saya melihat puluhan orang didalam ruko berlantai dua. Melihat kondisi ruangan, bayangan saya adalah ini semacam acara seminar wirausaha. Pembicara yang mengaku sangat sibuk dan rela meluangkan waktu untuk berbagi pada forum demi kebaikan bersama langsung membuka slide shownya. Ia menjelaskan dan menampilkan gambar megah perusahaan yang ia promosikan. Karena kemungkinan besar ia tau bahwa audiens yang hadir kebanyakan mahasiswa, maka ia memperlihatkan kalau perusahaan yang dimaksud memiliki Universitas di China. Katanya, bilamana bergabung dengan perusahaan tersebut, bisa mendapat beasiswa dan berkuliah disana. Kecangguhan mulai melanda saya tatkala orang yang sudah tak muda ini menjelaskan bahwa dia tak pernah sama sekali kuliah, namun ia sukses memiliki banyak harta karena bergabung dengan perusahaan yang dimaksud.
Pemaparan ia lanjutkan dengan memperlihatkan gaji yang didapatnya dan juga keunggulan kasiat produk obat dari perusahaan tersebut-produk dari perusahaan itu adalah obat namun bukan semacam apotek-. Seorang anak yang masih berpakaian SMA naik keatas panggung sebagai saksi atas kasiat obat tersebut. Ia mengatakan; "dulu, tangan kanan saya patah dan setelah mengkonsumsi obat ini, saya sembuh total dan bisa menggunakan kembali tangan kanan saya untuk menulis". Yang kutangkap dari anak SMA itu, obat tersebut semacam pesulap instan.
Tak berhenti disitu, satu/persatu orang-orang muda yang katanya telah sukses karena gabung diperusahaan tersebut naik pula keatas panggung menjelaskan kesuksesannya dan bagaimana awal mula gabungnya hingga kini berada pada bintang-bintang atas dengan jumlah penghasilan yang tak rendah. Diakhir, sang pembuka acara mengatakan bahwa menjadi members perusahaan (nama perusahaan sengaja tak kusebutkan) tak musti masuk kantor. Cukup dengan menjual produk dan merekrut anggota sebanyak-banyaknya maka anda akan meraup keuntungan hingga ratusan juga dan mendapat kapal pesiar.
Saya berkata dalam hati; "Mengapa rakyat miskin, proffesor atau politisi tidak ikut menjadi members perusahaan yang dimaksud? bukannya sangat mudah untuk bergabung dan keuntungan yang didapat sangat besar?". Beberapa jam setelah memunculkan tanya sembari melihat sana sini jawaban itu tak kudapatkan. Saya langsung mengambil kesimpulan bahwa bagiku ini adalah pembodohan.
Sebagai mahasiswa ekonomi, saya menganggap ini hanyalah strategi dari perusahaan untuk melariskan produknya tanpa menggaji karyawan. Kalau diperusahaan lain, sistem penjualannya adalah karyawan ditarget perbulannya, namun ada pelatihan yang didapat sebelumnya. Dalam hal perekrutan karyawan, perusahaan yang lain sangat selektif dalam menjaring karyawan dan ada syarat administrasi dan beberapa tes psikologis yang harus dilewati. Mengapa di perusahaan ini tak demikian? orang dari latar belakang apa saja semua diterima hanya dengan syarat membayar 80ribu. Bukannya perusahaanlah yang harus menggaji karyawannya? Saya baru melihat karyawan yang membayar perusahaan.
Hingga pada akhir acara, saya dan teman yang mengajak saya ketempat tersebut dipaksa tinggal pada salah seorang yang sudah menjadi members. Ia menawari saya dengan nada paksa untuk menjadi members dan membayar uang 80.000 untuk mendapat kartu anggota. Saya menolak dengan berbagai alasan halus. Namun, beberapa members kemudian mendekati saya dan membantu argument kawannya untuk meyakinkan saya. Saya terus menolak. Karena tak tahan lagi, saya mengalihkan ke teman saya. "ini, mbak. Dia mungkin mau gabung". Saya terkejut dengan perkataan teman saya. Ternyata ia sudah menjadi members dari seminggu yang lalu. Kesimpulan diawal bahwa ini adalah pembodohan bertambah menjadi pembohongan. Kuputuskan untuk segera meninggalkan tempat tersebut dengan berbagai alasan dan membisiki teman "ayo segera pulang karena saya ada rapat organisasi". Alhamdulillah saya lolos dari jeratan pembodohan dan pembohongan itu.
***
Mari kita nilai caranya. Diawal, proses merekrutnya, mereka hanya memberikan angin sorga. Intinya, mereka menginginkan calon anggota masuk dalam perangkap dulu baru setelah itu didoktrin/prospek.
Sekitar dua tahun lalu ada juga teman organisasi saya yang tak tau hilang kemana. Ia juga masih bagian dari pengurus. Tiba-tiba setelah beberapa bulan tak pernah ada kabar, ia datang ke sekret dengan pakaian rapi. Saya mengira ia ingin aktif kembali. Namun, setelah melihat gerak geriknya dan mulai mengeluarkan kata yang hampir sama dengan pembicara di tempat saya diprospek, saya akhirnya meninggalkan sekret dan membiarkan ia membual pada teman-teman yang sudah tau maksud buruknya.
Anda saja saya tak dibekali dengan materi diskusi di organisasi, mungkin saja saya sudah masuk dalam jeratan MLM. Menurut saya, tak ada masalah dengan perusahaan yang memakai sistem MLM, namun, cara mereka yang hanya akan menjelaskan secara utuh suka duka dan perjuangan selama berada ketika seseorang telah menjadi members, membuat bisnis itu tak baik.
Dalam salah organisasi yang kugeluti, dalam perekrutan anggota dan pola pengkaderan juga menggunakan sistem Multi Level Stratejik, namun sangat jelas perbedaannya dengan sistem MLM. Prinsipnya mungkin sama, namun kepentingan dan nilainya sangat berbeda. Sistem MLS diorganisasi yang saya geluti adalah 1 orang kader bertanggung jawab pada beberapa anggota baru dibawah tingkatnya. Namun, orang yang mengkader tersebut haruslah berintelektual dan mampu menjadi aktor yang bisa di tiru ditingkatan fakultasnya; cerdas dalam akademik, memiliki pemahaman organisasi dan lain-lain. Tak sembarang orang yang diberi emban dalam membimbing anggota. Dalam hal perekrutan juga, kader hanya dituntut untuk menjelaskan manfaat, ideologi yang dianut, bagaimana menjadi mahasiswa yang sesungguhnya, bagaimana menanggapi persoalan bangsa dan lain-lain. Tak ada tuntutan apa-apa bila calon anggota tak mau bergabung.
MLM ini hanya akan untung bila banyak kaki dibawahnya karena ada harga yang harus dibayar untuk menjadi members. Ada dua jalan menuju bintang yang tertinggi. Satu, memperbanyak anggota dibawahnya. Dua, menjual produk sebanyak-banyaknya. Saya curiga sistem ini diadopsi dari sistem kerja romusha kaum kolonial.
Soe Hok Gie sempat berkata dan merasa takut karena adik-adiknya yang akan masuk kuliah akan jadi korban untuk ditipu pada golongan mahasiswa yang hanya mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Andai saja Gie masih hidup saat ini, saya meyakini kata "dan lain-lain" tersebut akan berganti dengan "anak-anak MLM".
Adik-adikku, berhati-hatilah. Jangan sampai anda tertipu dengan
kesan pertama yang diberi oleh kakak tingkat kalian. Baik itu dari tokoh-tokoh organisasi maupun tokoh-tokoh MLM yang selalu memberimu angin sorga. Telaalah dan carilah senior yang benar-benar akan membimbingmu dijalan kebenaran sebagai mahasiswa seutuhnya.
0 komentar:
Posting Komentar