Jumat, 20 Desember 2013

Malam #Kedua Turun Tangan Malang; Ambil Bagian

Standard
Soe Hok Gie pernah berkata: "Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor, lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat, di mana kita tak bisa menghindar diri lagi, maka terjun lah”. Terjun ke politik, tidak harus kita berpartai, tidak musti kita menjadi Caleg. Mendukung orang-orang layak seperti Anies Baswedan secara tidak langsung kita juga berpolitik. Karena sejatinya berpolitik adalah upaya konkrit yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini, tujuan kita adalah ingin membersihkan bangsa ini dari perilaku politik transaksional (uang adalah Dewa).

Kita, para pemuda Indonesia tak bisa lagi menutup mata hari ini. Tahun politik (2014) sebentar lagi terhelat. Ketika kita Urung Angan atau mencoba mencari pil yang bisa membuat kita bangun hingga perhelatan PILCALEG dan PILPRES selesai, sama artinya kita menyerahkan nasib bangsa ini 5 tahun kedepan ditangan orang lain. Lagipula, belum ada penemuan pil pahit yang bisa meninabobokan raga hingga berbulan-bulan. Pun kalau ada, maka pil tersebut akan menyengsarakan tubuh kita. Sehingga suka tidak suka, mau tidak mau, kita akan tetap menyaksikan berlangsungnya PILCALEG dan PILPRES 2014 nanti. Mari kita renungi!
***

Awan kian menggelap dan tebal. Tanda malam akan tiba dan isyarat hujan akan turun. Sebelumnya, dipertemuan #Pertama Turun Tangan Malang kami sepakat untuk mengadakan pertemuan selanjutnya pada hari selasa, 17 Desember 2013 tepatnya di Warkop NKRI Kota Malang pada pukul 18.30. Sebelum menuju ke lokasi, saya terlebih dahulu mengonfirmasi Humas atas keterlambatan tiba di Warkop NKRI karena ingin menjemput Noi (sineas) dan Rahman (mahasiswa pasca sarjana UIN) yang berniat ingin berkontribusi pada bangsa ini dengan ikut Turun Tangan Malang.

Isyarat yang diberikan langit dengan ketebalan awannya, ternyata terjadi. Gerimis pun turun mengonfirmasi kebenaran isyarat tersebut. Bertiga kami di depan kampus Universitas Muhammadiyah Malang memutuskan untuk tetap berangkat. Biarlah gerimis ini menjadi saksi perjuangan kecil anak muda Indonesia. Terkawal kami oleh rintikan hujan hingga tiba di lokasi.

Didalam Warkop NKRI telah ada sekitar 20an orang lebih. Jumlah tersebut bertambah dari pertemuan sebelumnya. Melirik kepojokan, turut pula hadir perwakilan dari Barisan Nusantara 2 orang yang sedang asik memerhatikan pembicaraan sembari menikmati gepulan asap yang dikeluarkan dari mulutnya.

Pembicaraan masuk pada penjabaran program kerja setelah sebelumnya anggota yang baru hadir saling memperkenalkan diri. "Maaf! jangan memaksaku untuk menceritakan secara rinci proker dan dinamika yang terjadi didalam forum. Karena dalam soal bercerita dan menulis, saya tak suka dipaksa-paksa sama dengan saya tak suka kalau hanya Urung Angan melihat penyakit bangsa". "Jangan intervensi diriku bila kau tak punya cerita yang bisa dibaca tentang bagaimana kontribusimu pada bangsa ini".
***

Lanjut cerita.....
Selama menjadi mahasiswa, saya sudah pernah aktif dibeberapa organisasi dan komunitas. Baik Internal kampus, Eksternal, Orda maupun Ormas. Tetapi saya belum menemukan komunitas yang sepositif Turun Tangan Malang. Kultur yang ada dibeberapa organisasi yang saya ikuti ketika ingin membuat suatu kegiatan selalu terkandas pada lamanya lamanya pembahasan/wacana hingga kurang di aksi nyata. Seakan mengonfirmasi pernyataan Gus Dur ketika ditanya "mengapa tidur saat rapat"? beliau menjawab: "Karena orang Indonesia selalu berbelit-belit kalau rapat tapi aksi nyata kurang ada". Inilah yang saya rasakan di Turun Tangan Malang; mengutamakan aksi daripada wacana.

Kami baru saja berkumpul pada Sabtu, 14 Desember 2013 dengan keputusan membentuk struktur. 3 hari kemudian kami kumpul lagi dan menjabarkan program kerja hingga mencapai keputusan kami akan Turun Tangan ambil bagian pada hari Ibu nanti. Tak perlu waktu banyak untuk berbuat.

Mau tau aksi nyata dari Turun Tangan Malang pada hari Ibu? Silahkan datang ke Care Free Day 22 Desember 2013 pukul 06.30 nanti. Kami akan berkumpul di depan Museum Brawijaya Malang.

Beberapa pendapat yang saya baca, baik di sosial media maupun di beberapa artikel dan juga survey yang dilakukan pada beberapa lembaga, banyak yang kecewa dengan kinerja pemerintahan selama 10 tahun ini. Pertanyaannya adalah: Apakah kekecewaan akan mengobati luka bangsa? Mari cangkok kegelisahan tersebut dengan aksi nyata dengan ikut Turun Tangan.

Tulisan berikutnya mungkin akan berbeda judul. Karena Turun Tangan tidak hanya hadir untuk mengantar Anies Baswedan menjadi Presiden Indonesia. Saya yakin komunitas ini akan terus Melunasi Janji Kemerdekaan hingga janji tersebut membumi. Ketika saya terus menggunakan judul Malam #Pertama, Malam #Kedua dan seterusnya. Saya takut cerita ini akan berakhir pada Malam #Ketujuh, karena pada Malam #Ketujuh identik dengan surat Yasin dan mendoakan orang yang meninggal.

Baca tulisan terkait:
Menegakkan Idealisme dengan Ikut Turun Tangan
Pertemuan #Pertama Turun Tangan Malang

0 komentar: