Jumat, 31 Januari 2014

Toleransi! Jangan Setengah-Setengah: Selamat Tahun Baru Imlek

Standard
Foto: lumajangsatu.com
Hari ini adalah hari bahagia ummat Tionghoa. Mereka merayakan tahun baru. Saya jadi teringat dengan mendiang Gus Dur. Tanpa beliau, mungkin Inpres Nomor 14 Tahun 1967 belum juga dicabut dan saat ini saudara Tionghoa kita tak melakukan perayaan secara terbuka. Pada tahun 2000 dengan jiwa pluralnya, Gus Dur berani terlihat aneh dari masyarakat umum. Banyak keputusannya yang sering di tertawai oleh masyarakat yang kini menikmati dan mengamini juga pemikirannya. Salah satunya adalah hari ini. Dimana kita diajarkan toleransi absolut dalam beragama. Pada masa kepemimpinan Gus Dur, Menteri Agama pada 2001 mengeluarkan Keputusan Nomor 13 tentang Penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif yang kemudian dilengkapi pada masa Megawati; Imlek menjadi Hari Libur Nasional.

Setiap tanggal merah/libur perayaan agama, saya selalu bertanya-tanya. Mengapa hanya saat Natal tiba, di media ramai diberitakan kontroversi penafsiran ulama muslim Indonesia soal halal haramnya mengucap selamat pada ummat Kristiani. Saya kurang paham dengan muslim di negara lain apakah saat Natal tiba ulamanya pada ribut atau tidak. Yang jelas di negara yang majemuk ini, hari Natal adalah lagu wajib pada ulama untuk keluar menyampaikan penafsirannya soal ucapan tersebut.

Imlek juga adalah perayaan besar ummat Tionghoa. Kemana ulama-ulama muslim Indonesia yang ahli dalam mengeluarkan fatwah? Apakah berbeda derajat Tahun Baru Imlek dengan Hari Natal dimata pemfatwah sehingga mereka tak perlu berkoar dan sebagainya. Atau akumulasi jumlah ummat menentukan keluarnya fatwah atau tidak. Karena Kristen adalah agama terbesar di Dunia sehingga layak untuk tak usah diberi selamat. Karena ummat Tionghoa jumlahnya sedikit, karena kasihan jadi musti ditoleransi begitu? Atau jangan-jangan selama ini, kontroversi penghalal haraman dihari Natal hanya adu domba koorporasi media yang haus berita.

Bila pengfatwah mau menegakkan syariat agama, mengapa harus setengah-setengah. Mengapa hari ini tidak ribut-ributan melarang ummat muslim untuk mengucap kata selamat. Juga kemana mereka saat hari waisak dan hari besar agama lainnya. Sebagai ummat musilm, saya memang kurang paham soal tafsir menafsir kitab suci. Secara sederhana saya hanya memahami agama diciptakan untuk kedamaian, agar kita saling terus menyapa dan tersenyum. Tak ada salahnya mengucap selamat bila saudara kita merayakan hari besarnya, selama itu tidak memudarkan kadar ketauhidan kita. Mari kita jaga keindahan beragama di bumi pertiwi ini.

Selamat Hari Imlek buat saudara Tionghoa.
Gong Xi Fa Cai

0 komentar: