Oleh : Riqar Manaba[2]
Muhammadiyah merupakan organisasi pergerakan. Kader muhammadiyah di tuntut untuk selalu bergerak dalam menyebar syariat islam yang terinspirasi dari surat Al-Imran ayat 104. Apabila kader Muhammadiyah bergerak tidak dinamis dan cenderung statis maka yang terjadi adalah kader tersebut belum khattam secara ideologis dan belum menjiwai nilai-nilai dalam Muhammadiyah.
Sesuai dengan Pokok Pikiran Keenam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, ada tiga pokok hal yang membedakan gerakan sosial Muhammadiyah dengan yang lainnya, dimana secara garis besar tersirat bahwa Muhammadiyah adalah gerakan dakwah islam, amar ma’rut nahi munkar dan tadjid yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Disinilah pentingnya dalam memahami kembali hakikat/identitas Muhammadiyah agar tidak salah kaprah dalam membawa gerakan Islam yang didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan tersebut.
Makna Kehadiran Muhammadiyah Sebagai Gerakan Keagamaan
K.H. Ahmad Dahlan mempunyai pendapat, Islam yang masuk di Indonesia sangat berbeda bahkan dianggap bertentangan dengan Islam yang dipahaminya .Agama islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah melalui para Nabi utusann-Nya. Jadi semua agama yang dibawa oleh Nabi Utusan Allah itulah disebut Agama Islam. Adapun agama Islam yang berlaku sekarang ini adalah agama yang dibawa oleh utusan terakhir yang menyempurnakan agama Islam yang dibawa oleh Nabi dan Utusan Allah yang dahulu. Nabi Muhammad merupakan Nabi yang terakhir. Wujud agama Islam seluruhnya adalah berupa wahyu syari’at Allah.[4]
Dalam teori perubahan sosial (sosial movement theory) sebuah pergerakan atau gerakan selalu lahir memiliki makna “perubahan/change”, yakni kehadirannya untuk melakukan perubahan tertentu baik yang evolusiner maupun revolusioner. Gerakan sosial kemasyarakatan adalah suatu bentuk kolektif berkelanjutan yang mendorong atau menghambat perubahan dalam masyarakat atau organisasi yang merupakan bagian dari masyarakat tersebut (Turner dan Killian, 2000)
Menurut David A. Locher (2000) terdapat tiga hal yang membedakan gerakan sosial (sosial movement) dari bentuk perilaku kolektif lainnya, yaitu: (1) Organized, bahwa gerakan sosial itu terorganisasi, sedangkan kebanyakan perilaku kolektif tidak terorganisasi baik pemimpin, pengikut, maupun proses pergerakannya; (2) Delibrate, gerakan sosial itu direncanakan dengan penuh pertimbangan dan perencanaan; (3) Enduring, gerakan sosial itu keberadaanya untuk jangka waktu yang panjang hingga beberapa decade. Artinya sebuah gerakan sosial, terlebih gerakan keagamaan memiliki karakter yang kuat untuk bergerak secara terorganisir, terencana dan berkelanjutan sehingga tidak mudah tertelan zaman maupun badai tantangan zaman berikutnya.
Dalam bangsa Indonesia terdapat berbagai gerakan keagamaan (Islam) seperti yang di lakukan oleh petani Banten tahun 1988 yang sempat menimbulkan kecemasan pemerintah Kolonial Belanda sebagaimana di teliti oleh Sartono Kartodirjo, merupakan contoh dari gerakan militan walaupun berumur singkat. Di abad ke-20 muncullah Muhammadiyah. Kebangkitan atau lahirnya Muhammadiyah merupakan bentuk dari revitalisasi Islam Indonesia untuk perubahan yang bercorak pembaharuan yang disebut “revitalisme, “moderenisme” dan “reformisme”. Semangat dasarnya adalah pergerakan untuk perubahan.
Muhammadiyah bukanlah gerakan sosial-keagamaan yang biasa, tetapi sebagai gerakan islam. Selain terkena hukum pergerakan, Muhammadiyah dalam gerakannya terkait dengan islam. Bergerak bukan asal bergerak, harus dilandasi, dibingkai, dan di arahkan dengan Islam. Islam bukan sebagai asas formal (teks), tetapi menjiwai, melandasi, mendasari, mengkerangkai, memengaruhi, menggerakan dan menjadi pusat orientasi dan tujuan. Bukan sekadar islam KTP, slogan dan simbolik belaka. Itulah Islam yang berkemajuan sebagaimana yang menjadi semangat dasar gerakan Muhammadiyah dalam mengarungi perjalanan zaman.
Segolongan pelaku gerakan dakwah wajib untuk berorganisasi dan terorganisir agar memiliki power yang lebih dalam menyebar nilai-nilai ke islaman yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist. Para pendahulu Muhammadiyah memaknainya dengan kaidah fiqhiyah “ma layatim al-wajib Illa bihi da huma wajib”. Artinya organisasi itu menjadi wajib adanya karena keniscayaan dakwah memerlukan alat organisasi tersebut. Sisi lain, tujuan Muhammadiyah adalah untuk mencetak ummat terbaik atau ummat yang unggul. Sebagaimana pokok pikiran keenam Anggaran Dasar Muhammadiyah disebutkan, bahwa “organisasi adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan yang sebaik-baiknya”. Ciri-cirinya adalah: a) Muhammadiyah adalah subjek atau pemimpin, dan masyarakat semuanya adalah objek atau yang dipimpinnya; b) Lincah (dinamis), maju (progresif), selalu dimuka dan militant; c) Revolusioner; d0 mempunyai pemimpin yang kuat, cakap, tegas dan berwibawa; dan e) Mempunyai organisasi yang susunannya lengkap dan selalu tepat atau up to date (PP Muhammadiyah, Manhaj Gerakan Muhammadiyah, 200; 19-30).
Modal Gerakan Keagamaan Muhammadiyah
Muhamadiyah sebenarnya telah menggagas tentang penguatan basis gerakan sejak awal berdirinya, bahkan dalam Muktamar tahun 1970-an telah diputuskan untuk menggalang jama’ah dan dakwah jamaah (GJDJ). Hanya saja gagasan tersebut belum maksimal diimplemetasikan dalam aktivisme organisasi.
Dalam konstitusi Muhammadiyah terdapat tiga model gerakan Muhammadiyah ; pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, kedua, sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, dan ketiga, Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid. Fokus kajian dalam makalah ini pada kajian yang pertama yaitu Muhammadiyah sebagai gerakan Islam. [5]
Kesadaran yang sama muncul pada Muktamar ke 46 Yogyakarta dengan adanya program revitalisasi cabang dan ranting serta pembentukan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) sebagai respons atas kondisi global dan tantangan yang dihadapi. Kesadaran untuk memperhatikan masyarakat di akar rumput merupakan kelanjutan dari spirit perubahan formasi sosial dengan terlibat dalam penguatan kesadaran sosial, politik, ekoomi dan ideology yang kini terkooptasi oleh kecenderungan kapitalistik, birokratisasi, politisasi yang berlangsung secara massif pasca Orde Baru.
Beberapa dekade yang lalu, telah di rumuskan pembinaan Jamaah, keluarga sakinah, dan qaryah thoyyibah untuk memperkuat basis.
1. Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GDJD)
Esensi GDJD adalah penguatan kesadaran jamaah dan kepedulian mereka terhadap lingkungan sosialnya. Definisi sederhana tentang jamaah adalah kumpulan keluarga muslim yang berada dalam suatu lingkungan tempat tinggal. Ajakan warga aktif merupakan landasan gerakan Muhammadiyah yang menuntut adanya komunitas yang solid dan terorganisir untuk memperjuangkan tegaknya kebaikan menentang segala macam keburukan. Orientasi dari gerakan ini adalah membangun basis kehidupan dakwah bil halal di bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan kesehatan.
KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah dan beberapa sahabatnya sangat peduli terhadap pembinaan jamaah. Beliau melakukan perjalanan keliling Jawa untuk melakukan pembinaan hingga ke Banyuwangi, Jakarta dan Jawa Tengah. Itu artinya, penguatan jamaah sudah menjadi platform dari berdiri dan pengembangan gerakan Muhamaadiyah.
2. Langkah Penguatan Jama’ah
Langkah pemberdayaan melalui penguatan institusi cabang dan ranting akan memberi kontribusi bagi penguatan kohesi sosial/solidaritas antar warga di tengah meluasnya faham-faham radikal yang cenderung anarkis belakangan ini. Ledakan bom di Pesantren Umar Bin Khattab Bima NTB bisa menjadi bukti betapa rapuhnya kohesi sosial warga, suatu komunitas kecil dan pinggiran semacam Bima itu, bisa lahir suatu tindakan kekerasan. Memperkuat kembali identitas lokal melalui gerakan jamaah dapat dipandang dalam kerangka penguatan potensi dan basis gerakan untuk digerakkan kepada hal-hal yang produktif.
Langkah yang dapat dilakukan untuk menggiatkan cabang dan ranting Muhammadiyah melalui gerakan jamaah dan dakwah jamaah; 1). Melakukan assesment awal mengenai kehidupan keagamaan di desa atau komunitas atau ranting; 2). Memantapkan konsep dakwah jamaah yang akan dipergunakan agar sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat basis; 3). Melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi para fasilitator yang akan menggerakkan cabang dan ranting; 5). Melakukan pendampingan dakwah jamaah; 6). Memantapkan organisasi gerakan di akar rumput (pimpinan ranting) sebagai ujung tombak gerakan dakwah jamaah.
Untuk mensinergikan langkah-langkah diatas, diperlukan adanya keterlibatan berbagai lembaga amal Muhammadiyah seperti sekolah, rumah sakit ataupun masjid yang tumbuh begitu cepat di berbagai daerah di Indonesia. Pelibatan lembaga amal itu dalam mempercepat proses pengembangan cabang dan ranting sebagai sentral untuk mengembangkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang bercorak community based¸ tidak hanya memperkuat infrastruktur Muhammadiyah, tetapi juga memperkuat infrastruktur masyarakat sehingga terbentuk masyarakat khairah ummah sebagaimana cita-cita Muhammadiyah.
_____________________
Catatan Kaki
1. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Keagamaan Disampaikan pada presentase mata kuliah AIKA III Universitas Muhammadiyah Malang pada 28 November 2013
2. Mahasiswa aktif Univeritas Muhammadiyah Malang Jurusan Ekonomi Manajemen dan Bisnis yang belum juga sarjana.
2. Mahasiswa aktif Univeritas Muhammadiyah Malang Jurusan Ekonomi Manajemen dan Bisnis yang belum juga sarjana.
3. Pengertian gerak di kutip dari Wikipedia pada 21 November 2013 pukul 09.29. Selengkapnya lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Gerak
4. http://haryo-prasodjo.blogspot.com/2011/11/muhammadiyah-sebagai-gerakan-keagamaan.html
5. MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN ISLAM http://sdmuhammadiyah2solo.wordpress.com/2012/07/19/muhammadiyah-sebagai-gerakan-islam/
Daftar Pustaka
Buku
AIKA al-Islam – Kemuhammadiyahan 3 Umm Press Oktober 2012 halaman 101 - 108
4. http://haryo-prasodjo.blogspot.com/2011/11/muhammadiyah-sebagai-gerakan-keagamaan.html
5. MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN ISLAM http://sdmuhammadiyah2solo.wordpress.com/2012/07/19/muhammadiyah-sebagai-gerakan-islam/
Daftar Pustaka
Buku
AIKA al-Islam – Kemuhammadiyahan 3 Umm Press Oktober 2012 halaman 101 - 108
0 komentar:
Posting Komentar