Exebiton Room Malang 2011 |
Sekitar jam 1 siang, teman saya yang bernama Taslim datang ke Kontrakan 58 (rumah kami dalam menempa diri). Ia berkehendak memenuhi janji menuju tempat produksi di Kota Lama Malang, guna mengambil T-Shirt Merchandise salah satu Komunitas di Kota Kendari yang kami produksi. Ketika ia datang, saya masih asik di depan laptop.
Kami sepakat untuk sarapan sekaligus makan siang terlebih dahulu. Setelah itu, saya meminjam sepeda motor Boms (Ketua IKAMI SULSEL Cab. Malang). Berangkatlah kami dengan perut kenyang.
Beberapa saat perjalanan, kami singgah di pom bensin Dinoyo untuk mengisi bensin yang lagi sekarat. Perjalanan di lanjutkan. Rupanya, beberapa kilo berjalan, kami di beri pilihan oleh alam untuk meneruskan perjalanan dengan catatan basah kuyup atau berhenti sejenak hingga tetesan air yang turun dari langit berhenti. Kami memilih untuk berhenti sejenak.
Di tempat pereduan sekitar Universitas Brawijaya, kami menunggu hujan berhenti agak lama. Seketika, saya langsung mengingat masa-masa awal saya ketika terjun di dunia bisnis clothingan. Banyak kendala yang saya hadapi pada masa itu. Hari ini, di bekali dengan pengetahuan yang cukup, lagi-lagi ada saja kendala yang saya hadapi. Yah, saya sebenarnya telah terjun di bisnis clothingan dengan serius sejak 2008.
***
Saya di kenalkan usaha distro oleh Kakak Kandung saya Rendra Manaba. Saat itu, ia membuka distro di Kota Kendari dan saya menjadi official marketing di Anaconda Indie Shop. Sejak beberapa tahun mengikut kakak saya, saya lalu meninggalkan Kota Kendari untuk melanjutkan pendidikan di bumi rantau Kota Malang. Berbekal pengalaman tersebut saya memutuskan untuk lebih serius dalam dunia distro/clothingan indie. Tahun 2009 saya mencoba jalan sendiri dengan modal pribadi yang sangat kecil. Saat itu saya mengumpulkan uang saku sebesar 1 juta rupiah dan mengambil T-Shirt di Kota Bandung sekitar 1 lusin lebih. Tapi pada akhirnya, modal awal yang sudah lama saya kumpulkan menjadi sirnah. Belum juga barang tersebut sampai di Anaconda Indie Shop saya tertipu oleh salah satu keluarga dan akhirnya modal dan T-Shirt tersebut ludes entah kemana. Sebenarnya kalau ingin di telisik saya bisa saja mengetahuinya. Tapi pada saat itu keluarga saya dan keluarga ponakan saya telah berkomunikasi serius akan persoalan ini, saya akhirnya tidak ingin memperpanjang masalah dan mengikhlaskan semuanya. Saya gagal!
Tahun 2010 saya mencoba bangkit lagi. Bersama teman-teman sebaya, saya mencoba membuka distro di Kota Kendari. Kehendak saya sangat besar pada saat itu. Saya ingin sekali mandiri dalam membiayai hidup tanpa campur tangan keluarga. 4 orang termasuk saya bersepakat untuk mendirikan distro di Lorong Mekar Kota Kendari. Distro itu berdiri. Saya lalu meninggalkan Kendari menuju Malang. Beberapa pekan kemudian, bersama Taslim saya ke Magelang untuk membeli barang. Kami berbelanja sangat banyak pada waktu itu. Pulang membawa barang 1 carrier dan beberapa kantongan. Tidak cukup sampai di situ, dengan modal yang lumayan cukup, beberapa saat kemudian saya lalu berangkat ke Jogjakarta untuk melihat Kick Fest dan juga membeli beberapa brand kelas satu di Indonesia.
Perjalanan demi perjalanan berlalu. Tetapi beberapa bulan kemudian terjadi konflik di antara kami berempat. Saya kembali pulang hendak menyelesaikan konflik tersebut. Tapi sekembali ke perantauan, akhirnya distro tersebut berakhir. Modal kami tak kembali. Ada virus dalam usaha tersebut. Saya tidak ingin membuka konflik tersebut disini. Saya lagi-lagi mengikhlaskan semuanya. Saya Gagal!
***
Mari kita kembali ke perteduhan. *Mengingat kembali kejadian tersebut, saya lalu bertanya-tanya; Apakah saya masih terlalu muda untuk sukses? Atau saya masih bermasalah di wilayah manajemen. Padahal saya mengambil mata kuliah manajemen. Ada apa semua ini? Kenapa masih ada saja penghalang dalam setiap perjalanan bisnis saya di dunia clothingan?
Pertanyaan-pertanyaan sederhana itu saya simpan untuk sementara. Hujan yang deras menjadi rintik. Kami akhirnya memutuskan melanjutkan perjalanan. Tapi, beberapa meter motor berjalan, rupa-rupanya langit melanjutkan kesedihannya. Langit kembali menderaskan air mata dan kami di paksa untuk kembali berteduh. Berteduhlah kami.
Fikiran saya melayang-layang hingga ke samudra pasifik. Kami jenuh dengan kondisi alam. Saya memutuskan untuk menulis catatan lepas ini di buku, sekadar mengisi waktu. Saya memang hampir tiap hari menulis catatan harian. Entah di kelas atau di kamar kost-an.
Catatan lepas ini sudah selesai saya tulis. Nampaknya, hujan tak jua redup. Di perjalanan sebelumnya saya melihat banyak spanduk di pinggir jalan yang berbunyi menolak kebijakan pemerintah Kota Malang yang mengubah jalan yang sebelumnya dua arah menjadi satu arah, atas nama mengatasi kemacetan. Yah, Malang memang tak sejuk lagi. Kemacetan dimana-mana. Utamanya di daerah Matos yang juga area sekolahan. Di area tersebut bahkan kita bisa mendapatkan kemacetan bermenit-menit sampai 4 kali perpindahan lampu jalan. Lalu saya berfikir; mungkin saya tak patut memanjatkan doa pada tuhan untuk meminta hujan agar di hentikan. Karena saya menganggap suara saya bak suara masyarakat Kota Malang di dalam spanduk-spanduk pinggir jalan. Saya selama ini belum menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. Untuk apa tuhan mengabulkan doa hamba yang penuh dosa ini? pertanyaan ini sama dengan; untuk apa pemerintah mengamini permintaan masyarakat pinggiran Kota Malang? toh mereka kecil dan tak berarti.
Merenungi pengalaman dan melihat sedikit realitas sosial tak cukup untuk menggapai kesuksesan. Kami akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan mempertaruhkan kesehatan. Basah kucup merupakan harga yang harus di bayar akibat kelalaian membaca kondisi alam.
Dari cuplikan di atas, kita bisa mengambil hikmah. Untuk menjalani bisnis tak cukup dengan ilmu yang di dapatkan di bangku kuliah/sekolah, tak cukup pula dengan pengalaman di lapangan. Ada hal-hal lain yang harus di lakukan yaitu janganlah membuang waktu bilamana serius untuk berbisnis. Sebenarnya, kami bisa saja berangkat jam 2 siang. Tapi karena saya mungkin terlalu santai, akhirnya kami berangkat jam 3 sore. Saat ini musim hujan dan saya tidak membaca kondisi alam. Andaikan saja kami berangkat secepatnya, mungkin tak ada halangan di perjalanan, mungkin juga tulisan lepas ini tak ada.
Malang, 12 November 2013
0 komentar:
Posting Komentar