Minggu, 16 Oktober 2016

Sholat Istikharah: Branding Keimanankah atau Solusi Kebimbangan?

Standard
Menghidupkan yang Menghidupi...
Kini!


Akhir-akhir ini, saya lebih banyak mengurung diri dalam kamar (teman); menenangkan diri, menjauh dari pikuk keramaian. Bukannya sudah bosan bergaul. Bagiku malah sering-sering bergaul atau bersosial adalah sebuah keharusan. Bergaul sangat baik untuk memperluas jaringan pertemanan. Luasnya pertemanan, menentukan luasnya potensi asupan informasi dan pengetahuan. Namun, ada sebuah peristiwa dimana saya harus memutuskan sebuah hal penting yang akan berpengaruh bagi perjalanan hidup saya. Dan keputusan tersebut harus kutentukan dalam bulan ini. Tak mungkin saya bisa memutuskan sebuah hal secara matang jika saya berada di tengah keramaian yang bising.

Masa pengurungan diri ini kujalani sudah sekitar dua mingguan. Namun, saya tetap membuka diri dengan dunia luar melalui internet. Sembari menikmati kopi dan mengunyah musik musik rock alternatif. Sesekali juga membaca buku biografi dan puisi. Selain itu, dalam masa penenangan ini, saya jadi berfikir untuk mencoba melakukan sholat istikharah. Meminta petunjuk padaNya, agar kali ini saya tak salah mengambil keputusan. Karena jujur saja, selama ini, pilihan pilihan hidup yang kuambil hanya berdasar dari penghayaan, perenungan, dan akal sehat. Entahlah... apa karena lupa diri untuk meminta petunjuk Sang Yang Wenang yang membuat banyak langkahku terpleset, atau proses refleksi dan akal sehatku yang bermasalah.

Kumulailah mengkaji apa, bagaimana sebenarnya sholat istikhoroh itu. Ups... Dasar hamba amatiran. Di umur segini baru mencari. Tapi bodo amat. Ketimbang seolah-olah taat, mending jujur.
Ditengah-tengah pengkajian tentang sholat istikharah, tiba-tiba sebuah suara tv masuk dalam ruang semedi saya. Dan suara siaran ulang tv itu adalah suara dari salah satu kandidat Gubernur DKI Jakarta yang mengatakan ia terjun di perhelatan Pilgub setelah melakukan sholat istikharah. Teralilah perhatian saya pada penyataan tersebut. Saya kemudian membuka tombol new tab dan melihatnya di youtube. Daridulu malas lihat tv soalnya. Dan apa yang saya dapat? Ternyata hampir semua kandidat (terkecuali Ahok yang karena Kristen tapi juga sering bawa bawa Agama Islam) mengatakan langkahnya maju setelah melalui sholat istikharah. Wow !!!

Saya kemudian berfikir, ini mereka mereka sedang memperdagangkan Tuhankah? Ini mereka sedang membranding diri sebagai hamba yang beriman, atau memang itu pernyataan yang tulus? Ah, agak sulit sih menilai ketulusan. Tapi sholat istikharah itu kan suatu proses dimana manusia meminta petunjukNya dalam bimbang untuk memutuskan sebuah hal yang genting. Lantas prosesi pencalonan itu kan di detik-detik akhir pendaftaran calon. Masa secepat itu mereka diberi petunjuk? Jikalah semua kandidat itu benar benar diberi petunjuk untuk maju, artinya skenario dan konstelasi politik DKI Jakarta hari ini merupakan campur tangan Tuhan? Ohw... no men! Bukankah hampir jelas terlihat siapa dalang dalang dalang dari ketiga kandidat tersebut?

Lalu kemudian saya kembali berfikir lagi. Kok hampir tidak ada yah politisi yang menolak berkontestasi dengan pertanyaan seperti ini : "Setelah saya melakukan sholat istikharah... saya merasa diberi petunjuk untuk tidak ikut dalam pertarungan politik ini". Mengapa tak ada demikian? Hmmm... Sudah ah. Politik memang adalah humor yang paling tidak lucu. Politik kita hari ini adalah tontonan yang hampir selalu menciderai akal sehat penontotonnya.

Ah, dasar TV. Selalunya mengganngu. Lagian tak ada juga relevansi masalah yang sedang saya hadapi dengan istikharah politisi yang saya amati. Cukuplah peralihannya. Lagian apaan juga sih. Saya ini disatu sisi mengkritisi tapi disaat yang sama menulis tentang niatan akan sholat istikharah. Artinya saya sama saja seperti mereka yang membranding diri agar nampak beriman. Ini memang hanyalah tulisan pencitraan. Tapi menulis bagiku adalah terapi diri. Jujur saja ini bagian dari branding diri. Soalnya saya tak punya bahan tulisan.

Riqar Sampah! :D

0 komentar: