![]() |
Debat Konvensi Capres Partai Demokrat di Surabaya |
Belum juga demokrasi Indonesia betul-betul malaju ketitik ideal namun sepertinya ada aroma pesimis dari Partai Demokrat setelah melihat hasil quick count dari beberapa lembaga survey. Sebelumnya, partai yang berhasil memenangi pilpres selama dua kali berturut-turut ini menggelar konvensi capres untuk menjaring 11 orang potensial di negeri ini agar dinilai publik siapa yang layak menjadi presiden. Ini adalah cara agar masyarakat dalam memilih capres tidak seperti membeli kucing dalam karung. Masyarakat diberi kesempatan jauh-jauh hari untuk melihat visi misi dan track record calon yang disajikan.
Proses Konvensi Demokrat merupakan cara terbaik diantara cara yang ada. Konvensi membuka peluang bagi seluruh manusia Indonesia yang potensial dan berintegritas untuk memimpin bangsa yang besar ini. Baik dari internal partai maupun politisi, kaum akademisi dan professional diluar partai.
Bila melihat perkembangan berita, sepertinya Konvensi Capres partai berlambang Mercy ini hanya akan melahirkan Cawapres bahkan tidak sama sekali (baca: menteri). Kegiatan konvensi telah diberhentikan dan beberapa peserta seakan pasrah dengan menyepakati berhentinya proses konvensi. Hanya ada beberapa peserta yang meminta agar proses konvensi terus dilanjutkan. Menurut saya, bila proses ini terhenti dan Demokrat tidak menampilkan capres di pemilu 2014 ini, maka Demokrat akan memperburuk citranya dikemudian hari. Mengapa demikian? Dibelakang 11 peserta konvensi ada ribuan pendukung masing-masing. Tentunya, ribuan pendukung ini baik relawan, simpatisan dan pihak yang terlibat selalu memantau dan mengikuti perkembangan berita dan menunggu hasil. Janji dari hasil konvensi adalah melahirkan Capres yang diusung oleh PD. Baik Bacapres maupun pendukung telah mengeluarkan banyak waktu, tenaga, pikiran dan dana untuk mengkawal dan memastikan pemenang konvensi. Semua pendukung akan ikhlas kalah bila saja capres yang didukungnya kalah sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Namun, bila janji dari proses konvensi kemudian tak terlunasi maka Demokrat akan menanggung resiko tidak dipercaya lagi oleh publik karena yang terlibat bukan hanya internal Demokrat saja.
Bahwa Demokrat harus realistis melihat perolehan jumlah suara juga benar. Namun, bila melihat hasil perolehan berdasar quick count, Demokrat tidak buruk-buruk amat ketika dibandingkan dengan hasil survey terakhir dari CSIS pada 31-02-2014 yang menyatakan Demokrat hanya akan mencapai suara 5, 8% persen. Pencapaian ini juga merupakan sumbangsih dari peserta konvensi yang telah memflorkan visi misinya dihampir seluruh pelosok Indonesia. Demokrat bisa saja melakukan koalisi dengan partai lain untuk mencukupkan presidential threshold sebesar 25%. Bukankah Demokrat punya pengalaman saat pemilu 2004 dimana Demokrat hanya mencapai perolehan suara sebesar 7, 5 pesren namun dengan kekuatan komunikasi politik dan loby-loby mampu mengusung Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Bahkan pasangan ini kemudian memenangi pilpres 2004.
Ini atas nama konsistensi, penegakan cara yang baik dan proses demokratisasi dinegeri ini. Isu yang berkembang luas juga adalah bila Demokrat tak mampu memenangkan pilpres maka akan merapat ke pemenang untuk mengamankan kasus-kasus yang beredar. Ini hanyalah isu yang belum mengandung kebenaran. Namun bila langkah partai yang diketuai oleh Susilo Bambang Yudhono tidak mencoba konsisten dengan proses yang dilakukan, bisa saja persepsi masyarakat mengamini isu tersebut. Bagaimanapun cara yang baik harus terus dijalankan, walau itu pahit.
0 komentar:
Posting Komentar