Kamis, 06 September 2012

ANAK TIRI DI PILKADA

Standard
Demokrasi tentunya bukanlah sistem politik tunggal yang ada di jagat bumi ini, secara garis besar ada beberapa sistem politik yaitu : sistem politik Otoriter, Sistem Politik demokrasi, Sistem Politik Anarki dan sistem politik demokrasi dan transisi. NKRI dengan landasan agar setiap warga Negara rata diranah politik, hukum, ekonomi dan lain-lain maka sedari tahun 1955 menjatuhkan pilihannya pada sistem demokrasi.

Demokrasi sejatinya adalah bagaimana seluruh kedaulatan ada pada tangan rakyat. Pewujudan dari sistem daulat rakyat ini salah satunya diapresiasikan melalui bentuk pemilihan langsung President-wakil President dan Pimpinan Daerah.

Melirik Demokrasi dalam konteks PILKADA

Jusuf Kalla pada debat kandidat capres 2009 dengan tegas mengatakan bahwa Pilkada adalah keharusan bagi kita untuk menjalankannya, untuk memilih pemimpin di daerah, karena itulah wujud dari demokrasi.

Realitas implementasi dari sistem pemilihan langsung bisa dikatakan telah berjalan khidmat di bumi nusantara ‘dalam konteks’ priodi waktu pemilihan yang berjalan perlima tahun. Tetapi dalam proses kekhidmatan tersebut indonesia tentunya belum masuk pada wilayah pemilihan langsung yang khusu. karena ketika melirik proses pemilihan langsung secara keseluruhan maka akan banyak kerancuan yang terjadi didalamnya.Seperti tak henti-hentinya sebagian rakyat tidak bisa menggunakan hak pilihnya, dengan motif belum memiliki KTP, belum terdaftar di TPS, tidak terpanggil oleh KPU, sengaja tidak mau menggunakan hak pilihnya (Baca : GOLPUT), serta disengajakan untuk tidak memilih.

Pada pemilihan president kita melihat bagaimana kinerja KPU mengupayakan agar semua lapisan masyarakat bisa menunaikan hak pilihnya, baik itu dipelosok desa sampai kepada warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Upaya tersebut terlihat pada 2009 dimana layar kaca negeri dan swasta ramai menggambarkan suasana TPS di Amerika, yang dibuka khusus bagi masyarakat Indonesia yang berdomisili, dan tengah melanjutkan studi disana. Kita tentunya sangat apresiasi dengan hal tersebut. Tetapi, apakah perlakuan khusus di pilpres terjadi pula pada perhelatan PILKADA?

Menengok kabar hangat PILKADA Ibu Kota, sepengetahuan kerdil saya kurang atau bahkan tak ada kabar maupun solusi yang terkicau akan bagaimana kinerja KPU dan pihak terkait gembor menyoal bagaimana dengan masyarakat asli DKI (Memiliki KTP DKI) yang tengah berdomisili dan melanjutkan studi di luar daerah, di upayakan agar bisa pula memberikan hak pilihnya untuk menentukan pimpinan kampung halamannya. Apakah dibukakan TPS khusus dimana daerah sementara mereka berada, maupun ada mekaisme lain untuk mengakomodir hak tersebut.

Isu ini memiliki kesamaan dengan kabar di PILGUB SULTRA yang sebentar lagi akan berhelat tepatnya pada tanggal 4 november 2012. Berita santer dalam dua provinsi yang sedang Party Demokrasi ini hanyalah lebih pada isu ‘basi’ seperti bagaimana TIMSES berinisiatif dan berkreasi dalam mengangkat citra calonnya, bagaimana KPU mengupayakan jemput bola (kalau betul) membagikan kartu tanda pemilih, padahal secara komplesitas sebenarnya banyak yang terlenakan.

Bagaimanapun masyarakat yang sedang melanjutkan studi diluar daerah, nantinya akan mendapat dampak langsung bagi perkembangan dan ketimpangan daerahnya, ketika nanti kembali dari perantauannya. Jadi sangat berkepentingan bagi mereka untuk memilih siapa pemimpin daerahnya.

Betul kiranya jikalau ada rasionalisasi bahwa, ketika pada PILKADA dibuka pula TPS khusus diluar daerah, bisa menimbulkan adanya penggelembungan atau KTP gentayangan. Tapi ketika masuk pada ranah keadilan maka ketimpangan haklah yang terjadi. Kalau di pilpres saja ada perlakuan khusus bagi masyarakat diluar negeri, mengapa di PILKADA tidak?

Manusia-manusia yang berada di KPU nasional maupun KPU daerah tentunya merupakan manusia-manusia yang dipilih oleh Negara dan menjadi harapan rakyat untuk bagaimana bisa menyelenggarakan pemilihan langsung secara khusu dan mengakomodir semua masyarakat yang berhak untuk memilih. Seluruh provinsi sampai ditingkatan kabupaten telah menyelenggarakan PILKADA, tetapi pengalaman ini apakah tidak cukup sebagai bahan pembelajaran negara untuk menemukan perhelatan PILKADA yang ideal dan adil?

Semoga dengan pengistimewaan masyarakat diluar negeri pada pemilihan President dan penganak tirian masyarakat yang sedang merantau diluar daerah pada perhelatan PILKADA, lebih mengkhusu’kan berjalannya sistem demokrasi di negeri merah putih ini.

0 komentar: