Demokrasi sejatinya
adalah bagaimana seluruh kedaulatan ada pada tangan rakyat. Pewujudan dari
sistem daulat rakyat ini salah satunya diapresiasikan melalui bentuk pemilihan langsung
President-wakil President dan Pimpinan Daerah.
Melirik Demokrasi dalam konteks
PILKADA
Jusuf Kalla
pada debat kandidat capres 2009 dengan tegas mengatakan bahwa Pilkada adalah keharusan bagi kita untuk
menjalankannya, untuk memilih pemimpin di daerah, karena itulah wujud dari
demokrasi.
Realitas
implementasi dari sistem pemilihan langsung bisa dikatakan telah berjalan
khidmat di bumi nusantara ‘dalam konteks’ priodi waktu pemilihan yang berjalan
perlima tahun. Tetapi dalam proses kekhidmatan tersebut indonesia tentunya belum
masuk pada wilayah pemilihan langsung yang khusu.
karena ketika melirik proses pemilihan langsung secara keseluruhan maka akan banyak
kerancuan yang terjadi didalamnya.Seperti tak henti-hentinya sebagian rakyat
tidak bisa menggunakan hak pilihnya, dengan motif belum memiliki KTP, belum
terdaftar di TPS, tidak terpanggil oleh KPU, sengaja tidak mau
menggunakan hak pilihnya (Baca : GOLPUT), serta disengajakan untuk tidak memilih.
Pada
pemilihan president kita melihat bagaimana kinerja KPU mengupayakan agar semua
lapisan masyarakat bisa menunaikan hak pilihnya, baik itu dipelosok desa sampai
kepada warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Upaya tersebut
terlihat pada 2009 dimana layar kaca negeri dan swasta ramai menggambarkan suasana
TPS di Amerika, yang dibuka khusus bagi masyarakat Indonesia yang berdomisili, dan tengah
melanjutkan studi disana. Kita tentunya
sangat apresiasi dengan hal tersebut. Tetapi, apakah perlakuan khusus di
pilpres terjadi pula pada perhelatan PILKADA?
Menengok
kabar hangat PILKADA Ibu Kota, sepengetahuan kerdil saya kurang atau bahkan tak
ada kabar maupun solusi yang terkicau akan bagaimana kinerja KPU dan pihak terkait gembor
menyoal bagaimana dengan masyarakat asli DKI (Memiliki KTP DKI) yang tengah berdomisili dan melanjutkan studi di luar
daerah, di upayakan agar bisa pula memberikan hak
pilihnya untuk menentukan pimpinan kampung halamannya. Apakah dibukakan TPS khusus dimana daerah sementara mereka berada,
maupun ada mekaisme lain untuk mengakomodir hak tersebut.
Isu ini memiliki kesamaan dengan kabar di PILGUB SULTRA yang sebentar lagi akan berhelat tepatnya pada tanggal 4 november 2012. Berita santer dalam dua provinsi yang sedang Party Demokrasi ini hanyalah lebih pada isu ‘basi’ seperti bagaimana TIMSES berinisiatif dan berkreasi dalam mengangkat citra calonnya, bagaimana KPU mengupayakan jemput bola (kalau betul) membagikan kartu tanda pemilih, padahal secara komplesitas sebenarnya banyak yang terlenakan.
Bagaimanapun masyarakat yang sedang melanjutkan studi diluar daerah, nantinya akan mendapat dampak langsung bagi perkembangan dan ketimpangan daerahnya, ketika nanti kembali dari perantauannya. Jadi sangat berkepentingan bagi mereka untuk memilih siapa pemimpin daerahnya.
Isu ini memiliki kesamaan dengan kabar di PILGUB SULTRA yang sebentar lagi akan berhelat tepatnya pada tanggal 4 november 2012. Berita santer dalam dua provinsi yang sedang Party Demokrasi ini hanyalah lebih pada isu ‘basi’ seperti bagaimana TIMSES berinisiatif dan berkreasi dalam mengangkat citra calonnya, bagaimana KPU mengupayakan jemput bola (kalau betul) membagikan kartu tanda pemilih, padahal secara komplesitas sebenarnya banyak yang terlenakan.
Bagaimanapun masyarakat yang sedang melanjutkan studi diluar daerah, nantinya akan mendapat dampak langsung bagi perkembangan dan ketimpangan daerahnya, ketika nanti kembali dari perantauannya. Jadi sangat berkepentingan bagi mereka untuk memilih siapa pemimpin daerahnya.
Betul
kiranya jikalau ada rasionalisasi bahwa, ketika pada PILKADA dibuka pula TPS
khusus diluar daerah, bisa menimbulkan adanya penggelembungan atau KTP gentayangan.
Tapi ketika masuk pada ranah keadilan maka ketimpangan haklah yang terjadi. Kalau di pilpres saja ada perlakuan khusus bagi masyarakat diluar negeri, mengapa
di PILKADA tidak?
Manusia-manusia
yang berada di KPU nasional maupun KPU daerah tentunya merupakan
manusia-manusia yang dipilih oleh Negara dan menjadi harapan rakyat untuk
bagaimana bisa menyelenggarakan pemilihan langsung secara khusu dan mengakomodir semua masyarakat yang berhak untuk memilih. Seluruh
provinsi sampai ditingkatan kabupaten telah menyelenggarakan PILKADA, tetapi
pengalaman ini apakah tidak cukup sebagai bahan pembelajaran negara untuk
menemukan perhelatan PILKADA yang ideal dan adil?
Semoga
dengan pengistimewaan masyarakat diluar negeri pada pemilihan President dan penganak
tirian masyarakat yang sedang merantau diluar daerah pada perhelatan PILKADA, lebih mengkhusu’kan berjalannya sistem demokrasi
di negeri merah putih ini.
0 komentar:
Posting Komentar